Senin, 05 Maret 2012

DESAIN MANAJEMEN PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT DI TENGAH ERA DESENTRALISASI


DESAIN MANAJEMEN PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT               DI TENGAH ERA DESENTRALISASI

Agil Mahmud (dalam http://etd.eprints.ums.ac.id, 2005) mengemukakan bahwa pendidikan berbasis masyarakat (society-based education) merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang  untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma pendidikan berbasis masyarakat dipicu oleh arus besar modernisasi yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus dikelola secara desentralisasi dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat.
Sebagai implikasinya, pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnya. Partisipasi pada konteks ini berupa kerjasama antara warga dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktivitas pendidikan. Sebagai sebuah kerja sama, maka masyarakat diasumsikan mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu program pendidikan.
Lebih jauh, era desentralisasi juga berdampak pada semakin terbukanya kebebasan yang dimiliki masyarakat untuk merancang dan melaksanakan pendidikan sesuai kebutuhan sendiri. Akibatnya, upaya-upaya menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat (society-based education) dewasa ini seakan menjadi sebuah kebutuhan di tengah era desentralisasi.

Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat
Fadli Yanur (dalam http://fadliyanur.multiply.com, 2007) mengemukakan bahwa pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan dari demokratisasi pendidikan melalui perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat untuk terus belajar sepanjang hayat dalam mengatasi tantangan kehidupan yang senantiasa terus berubah.
Maryono (dalam http://library.uny.ac.id, 2003) mengemukakan bahwa secara konseptual, pendidikan berbasis masyarakat adalah model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat artinya pendidikan memberi jawaban atas kebutuhan masyarakat. Pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat ditempatkan sebagai subyek/ pelaku pendidikan, bukan obyek pendidikan. Pada konteks ini masyarakat dituntut peran dan partisipasi aktif dalam setiap program pendidikan. Adapun pengertian pendidikan untuk masyarakat artinya masyarakat diikutsertakan dalam semua program yang dirancang untuk menjawab kebutuhan mereka. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa masyarakat perlu diberdayakan, diberi peluang dan kebebasan untuk mendesain, merencanakan, membiayai, mengelola dan menilai sendiri apa yang diperlukan secara spesifik didalam, untuk dan oleh masyarakat sendiri.
Abu Hadfi Effendi (dalam http://re-searchengines.com, 2008) menyatakan bahwa tujuan dari pendidikan berbasis masyarakat mengarah pada isu-isu masyarakat yang khusus seperti pelatihan keterampilan, perhatian terhadap lingkungan, pendidikan dasar, budaya dan sejarah etnis, kebijakan pemerintah, pendidikan politik dan kewarganegaraan, pendidikan keagamaan, penanganan masalah kesehatan seperti korban narkotika, HIV/AIDS dan sejenisnya. Serta, lembaga yang memberikan pendidikan kemasyarakatan bisa dari kalangan bisnis dan industri, lembaga-lembaga berbasis masyarakat, organisasi pelayanan kemanusiaan, lembaga keagamaan dan lain-lain. Jadi munculnya pendidikan berbasis masyarakat didorong oleh kebutuhan belajar keterampilan dalam berbagai bidang dan pengetahuan baru dalam rangka mengatasai berbagai masalah sosial yang ada.
Dari sini dapat ditarik pemahaman bahwa pendidikan dianggap berbasis masyarakat jika tanggung jawab perencanaan hingga pelaksanaan berada ditangan masyarakat. Konteks berbasis masyarakat disini menunjuk pada derajat kepemilikian masyarakat. Masyarakat memiliki otoritas dalam mengambil keputusan dan menentukan tujuan pendidikan, sasaran, pembiayaan, kurikulum, standar dan ujian, kualifikasi guru, persyaratan siswa, tempat penyeleggaraan dan lain-lain.
Dengan demikian, pendidikan berbasis masyarakat merupakan sebuah proses dan terprogram. Secara esensial, pendidikan berbasis masyarakat adalah munculnya kesadaran tentang bagaimana hubungan-hubungan sosial bisa membantu mengembangkan interaksi sosial yang membangkitkan concern terhadap pembelajaran, sosial, politik, lingkungan, ekonomi dan faktor-faktor lain. Sementara pendidikan berbasis masyarakat sebagai program harus berlandaskan pada keyakinan dasar bahwa partisipasi aktif dari warga masyarakat adalah hal yang pokok. Untuk memenuhinya, maka partisipasi warga harus didasari kebebasan dan atau tanpa tekanan, kemampuan berpartisipasi dan keinginan untuk berpartisipasi.

Penerapan Manjemen Pendidikan Berbasis Masyarakat

Achmad Munib (2011: 106) menyatakan bahwa lembaga pendidikan formal masih dinilai lamban dalam merespon tuntutan dan kebutuhan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu, terkait dengan kesejahteraan. Oleh karena itu, dunia pendidikan dituntut untuk membuka diri dalam merespon perubahan di antaranya dengan memodernisasi manajemen pengelolaannya. Sudah saatnya dioptimalkan manajemen pendidikan ditangani secara rapi sesuai prinsip-prinsip manajemen yang benar berbasis kemasyarakatan. Manajemen pada konteks ini dimaksudkan sebagai proses perencanaan dan pembuatan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian keuangan, fisik, dan sumber informasi untuk memanfaatkan sumber daya yang ada guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. (dalam Kamisa 1997: 49) efektif dan efisien dimaksudkan ketepatan cara, usaha, kerja dalam menjalankan sesuatu dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya; kedayagunaan; ketepatgunaan.
Zubaedi (2007: 156) menyatakan bahwa desain manajemen pendidikan berbasis masyarakat meliputi; perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan pengembangan yang terus-menerus melalui budgeting dan evaluasi.  Berikut dijelaskan secara rinci penerapan desain manajemen pendidikan berbasis masyarakat.

a.      Perencanaan (planning)
Abad milenium sekarang ini, yang menjadi perhatian serius adalah sebuah realita bahwa nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat semakin terkikis eksistensinya. Hal ini terjadi karena generasi muda sebagai penerus bangsa dalam konteks siswa sudah tidak lagi mendapatkan pendidikan karakter dalam dunia pendidikan, misal pengajaran tentang akhlak, tata krama, sopan santun dan budaya. Karena pendidikan berbasis sekolah sekarang yang ada mayoritas hanya berorientasi pada nilai rapor (hasil daripada proses) dan kurang mengedepankan keterampilan hidup bersosial (nilai-nilai iman dan moral). Sehingga moralitas bangsa, salah satunya  nilai-nilai kesopanan dan kesantunan di dalam dirinya, berangsur-angsur pudar. Keidentikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang ramah perlahan terkikis bersamaan tergerusnya nilai-nilai moral lain.
Maka, untuk menjawab permasalahan tersebut sebagai sebuah kebutuhan adalah konsep pendidikan berbasis masyarakat harus mengedepankan nilai-nilai moral kemasyarakatan sebagai upaya pembangunan karakter siswa yang pandai juga baik dalam arti luas. Pendidikan tidak hanya menghasilkan orang pandai tetapi tidak baik, begitu juga sebaliknya. Pendidikan tidak cukup hanya untuk membuat anak pandai, tetapi juga harus mampu menciptakan nilai-nilai luhur atau karakter.

b.      Pengorganisasian (Organizing)
Zubaedi (2007: 158) menyatakan bahwa pengorganisasian merupakan aktivitas menyusun dan membentuk hubungan-hubungan kerja antara orang-orang sehingga terwujud suatu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada tahap pengorganisasian ini, merupakan pengaturan dan pembagian tugas-tugas pada seluruh pengurus atau pengelola lembaga pendidikan untuk dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuannya dirangkai dalam Visi dan Misi pendidikan berbasis masyarakat sebagai berikut; visinya adalah Mencetak generasi juara yang kompetitif, deduktif dan berakhlak mulia. Generasi juara tersebut dimaksudkan pada tatanan mind set yaitu terciptanya generasi yang tangguh, pantang menyerah, berani mencoba, optimis, sportif, jujur, dan tak kenal putus asa yang memiliki jiwa kompetitif (daya saing yang berkualitas) deduktif (sikap deduksi) dan beakhlak mulia (bermoral, beradab dan berbudaya).

Sedangkan Misi yang ditempuh adalah menyelenggarakan konsep pendidikan berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Hal ini telah selaras (balance) antara menekankan kecakapan keilmuan umum dan nilai-nilai kesusilaan.
c.       Pengendalian (Controlling)
Kembali pada dasar pendidikan berbasis masyarakat yaitu pendidikan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat, maka dalam proses penyelenggaraan pendidikan pengendalian dilakukan secara bersama-sama antara pengurus, pengelola dan masyarakat.
Pada tataran implementasi pendidikan berbasis masyarakat, menjadi keharusan masyarakat untuk berpartisipasi melakukan pengendalian dan pengawasan dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pendayagunaan dan pengelolaan pendidikan.
d.      Penganggaran (budgeting)
Setiap Organisasi membutuhkan dana untuk membiayai kegiatannya. Begitu halnya dengan organisasi pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Organisasi pendidikan harus mengadakan perencanaan budget secara berkala untuk mengalokasi dana yang tersedia, agar dana itu dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh setiap unit kerja dalam lembaga tersebut.
Menurut Koontz (dalam Zubaedi 2007: 160) penganggaran (budgeting) merupakan satu langkah perencanaan dan juga sebagai instrumen perencanaan yang fundamental. Anggaran dapat diartikan sebagai suatu rencana operasi dari suatu kegiatan atau  proyek yang mengandung perincian pengeluaran biaya untuk suatu periode tertentu. Selanjutnya koontz (dalam Zubaedi 2007: 160)  membatasi bahwa budgeting adalah formulasi perencanaan untuk periode tertentu dibutuhkan sejumlah dana.

e.       Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi sebagai fungsi dari administrasi pendidikan merupakan aktivitas untuk  meneliti dan mengetahui sampai di mana pelaksanaan yang dilakukan didalam proses keseluruhan ketercapaian program organisasi. Untuk mengukur hasil kesesuaian dengan rencana atau program yang telah ditetapkan dalam rangka pencapai tujuan pendidikan berbasis masyarakat tersebut.
Evaluasi mencakup input, proses dan produk (IPP), penilaian input memfokuskan pada kemampuan sistem dan strategi pencapaian tujuan. Penilaian proses memiliki fokus yaitu pada penyediaan informasi untuk pembuatan keputusan dalam melaksanakan program. Sedangkan penilaian produk berfokus pada mengukur pencapaian proses dan akhir program.
Jika input yang telah menjalani proses kemudian menghasilkan produk yang sesuai dengan visi dan misi yang telah dicanangkan maka konsep tersebut tetap dan terus dikembangkan. Namun jika tidak sesuai dengan visi dan misi yang telah dicanangkan maka konsep tersebut harus ditinjau ulang dan proses pembelajaran harus ditingkatkan dengan melihat kualitas sarana dan prasarana baik fisik (Kurikulum, gedung, peralatan, bahan kajian, media, metode dan evaluasi) maupun non fisik (kualitas sumber daya guru).
Simpulan
Untuk berperan sebagai kekuatan pendidikan nasional, sekaligus untuk memberikan sumbangan yang sebesar-besarnya kepada masyarakat, maka Pendidikan Berbasis Masyarakat harus mengedepankan; pertama, pola pengembangan yang melibatkan seluruh potensi di dalam masyarakat  untuk turut bertanggung jawab mengenai mutu pendidikan setempat khususnya, dan mutu pendidikan nasional pada umumnya.
Kedua,  pola berbasis masyarakat mengutamakan pengelolaan sendiri pendidikan di dalam konteks masyarakat, meliputi; penentuan prioritas program pendidikan yang khas, penyediaan dana operasional dan infrastrutur, pengadaan tenaga-tenaga yang kompeten, pelaksanaan dan pemantauan secara menyeluruh, penilaian dan peningkatan efisiensi dan efektifitas.






DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Abu Hadfi. (2008). Pendidikan Berbasis Masyarakat: Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan. Dalam http://re-searchengines.com/0308abu.html Diakses pada 31 Desember 2011
Kamisa. (1997). Kamus Lengakap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika.
Mahmud, Agil. (2005). Pendidikan Berbasis Masyarakat Sebagai Model Pemberdayaan Sumber Daya Insani. Dalam http://etd.eprints.ums.ac.id/6727/. Diakses pada 31 Desember 2011.
Maryono. (2003). Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat dalam Perspektif Islam. Dalam http://library.uny.ac.id/opac/index.php?p=show_detail&id=84949. Diakses pada 31 Desember 2011
Munib, Achmad. (2011). Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press.
Republik Indonesia. (2003). Undang-undang Republik Indonesia, No. 20  Tahun  2003 tentang   Sistem   Pendidikan   Nasional    dan   Penjelasannya. Dalam www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf. Diakses pada 31 Desember 2011
Yanur, Fadli. (2007). Pendidikan Berbasis Masyarakat (society-based education). Dalam http://fadliyanur.multiply.com/journal/item/32?&show_interstitial. Diakses pada 31 Desember 2011
Zubaedi. (2007). Pendidikan Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.